Sabtu, 06 Oktober 2012

Akulturasi Psikolgis



Psikologi Lintas Budaya 4

Nama    : Catherina Ulyartha Elisabeth
Kelas     : 3PA01
NPM      : 11510524


Akulturasi Psikologis

Akulturasi
Menurut Koentjaraningrat (1996: 155) adalah istilah dalam sosiologi yang memiliki berbagai makna, yang kesemuanya itu mencakup konsep mengenai proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan kepada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan tersebut. Unsur kebudayaan tidak pernah didifusikan secara terpisah, melainkan senantiasa dalam suatu gabungan atau kompleks yang terpadu.
a. Proses Akulturasi
Proses akulturasi, Koentjaraningrat lebih lanjut menjelaskan bahwa proses akulturasi memang sudah terjadi sejak zaman dulu kala, akan tetapi akulturasi dengan sifat yang khusus baru terjadi ketika kebudayaan-kebudayaan bangsa Eropa Barat mulai menyebar ke daerah-daerah lain di muka bumi pada awal abad ke-15 dan mulai mempengaruhi masyarakat-masyarakat suku bangsa di Afrika, Asia, Oseania, Amerika Utara, dan Amerika Latin.
G.M. Foster (dalam Koentjaraningrat 1990a: 97) meringkas proses akulturasi yang biasanya terjadi bila suatu kebudayaan terkena kebudayaan asing bahwa :
- Hampir semua proses akulturasi mulai dari golongan atasan yang biasanya tinggal di kota, lalu menyebar ke golongan-golongan yang lebih rendah di daerah pedesaan. Proses tersebut biasanya di mulai dengan perubahan sosial-ekonomi.
- Perubahan dalam sektor ekonomi hampi seluruh menyebabkan perubahan yang penting dalam asas-asas kehidupam kekerabatan.
- Penanaman tanaman untuk ekspor dan perkembangan ekonomi uang merusak pola gotong royong tradisional, dan karena itu berkembanglah sistem pengerahan tenaga kerja yang baru.
- Perkembangan sistem ekonomi utang juga menyebabkan perubahan dalam kebiasaan-kebiasaan makan dengan segala akibat dengan aspek gizi, ekonomi, maupun sosialnya.
- Proses akulturasi yang berkembang cepat menyebabkan berbagai pergeseran sosial yang tidak seragam dalam semua semua unsur dan sektor masyarakat, sehingga terjadi keretakan masyarakat.
- Gerakan-gerakan nasionalisme juga dapat dianggap sebagai salah satu tahap dalam proses akulturasi.
b. Kontra Akulturasi
Kontra akulturasi, menurut Koentjaraningrat (1990a: 112) dalam suatu masyarakat yang terkena proses akulturasi dan berada dalam transisi dari kebudayaan tradisional ke kebudayaan masa kini, berikut segala ketegangan, konflik, dan kekacauan sosialnya, tentu banyak individu atau golongan sosial yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan krisis seperti itu. Mereka adalah orang-orang yang tidak tahan hidup dalam suasana tegang yang terus menerus. Namun, mereka juga tidak suka dengan pembaharuan, mereka itu adalah orang-orang “kolot”.
Golongan kolot dalam masyarakat yang sedang mengalami transisi yang cukup kuat, mampu menyusun kekuatan untuk menentang unsur-unsur baru dan menghentikan proses akulturasi untuk sementara waktu.
Sebaliknya jika golongan ini tidak kuat menghadapi proses akulturasi yang sudah sedemikian jauh, maka seringkali mereka berusaha untuk menghindarinya. Mereka akan mencari kepuasan batin seakan-akan menarik diri dari kehidupan masyarakat nyata, dan bersembunyi dalam dunia kebatinan mereka, di mana mereka dapat memimpikan zaman kebahagiaan masa lampau.
Fenomena ini adalah awal dari gerakan kebatinan kontra-akulturasi, suatu gejala masyarakat yang timbul dalam zaman transisi kebudayaan untuk menentang proses akulturasi.
c. Permasalahan Psikologi Dalam Proses Akulturasi
Koentjaraningrat (1990a: 105-107) menerangkan bahwa kita dapat mengerti bahwa perbedaan proses akulturasi dalam sutu kebudayaan (yaitu akulturasi diferensial) juga dapat disebabkan karena perbedaan kepribadian individu-individu dengan watak kolot, tetapi ada juga yang berwatak progresif masalah sebab musabab yang telah mendalam mengenai adanya individu yang lebih progresif dari yang lain, dan masalah bagaimana cara merangsang agar individu-individu yang progresif dalam suatu masyarakat menjadi lebih menonjol telah menjadi perhatian beberapa ahli sosiologi psikologi dari Amerika.
Beberapa ahli sosiologi meragukan adanya watak kolot atau watak progresif yang dapat mempengaruhi suatu proses akulturasi dalam masyarakat, yang karena itu mengakibatkan gejala akulturasi diferensial. Sifat yang kolot atau progresif tidak ditentukan oleh kepribadian individu secara psikologi, tetapi oleh keadaan sosial di mana individu yang bersangkutan itu berada.
Para ahli yang berpendirian demikian berpendapat bahwa individu-individu dalam suatu masyarakat yang bersifat kolot adalah mereka yang sudah memiliki kedudukan yang baik dalam masyarakat. Mereka tidak menyukai perubahan terjadi, karena dengan demikian keadaan yang baru akan mengubah kedudukan yang sudah dimilikinya.
Sebaliknya individu yang progresif adalah individu yang belum atau tidak memiliki kedudukan yang baik. Pendapat ini pernah diuji oleh penelitian E. Vogt. Vogt meneliti 12 orang bekas pejuang tentara Amerika Serikat yang berasal dari suku-suku Indian Navaho. Ke 12 orang tersebut mempunyai latar belakang yang sama, mengalami pendidikan yang sama, mempunyai pengalaman pertempuran yang sama pula. Akan tetapi sewaktu mereka keluar dari tentara ada yang hidupnya kembali seperti dulu, menjadi penggembala domba. Adapula yang hidupnya tidak teratur dan adapula beberapa yang telah meninggalkan masyarakat Navaho dan mempunyai kedudukan di tengah-tengah masyarakat orang bule.
Penelitian Vogt ini dilakukan dengan menggunakan tes psikologi, dan berhasil menyimpulkan bahwa orang-orang Navaho yang sebelumnya memiliki kehidupan yang memuaskan di tengah masyarakat Navaho, kembali menjadi orang kolot, sedangkan mereka yang dulunya belum memiliki kedudukan tetap, menjadi orang yang progresif atau menjadi kacau.


Berdasarkan penjelasan yang diatas, menurut saya dapat diketahui dengan jelas adalah Akulturasi Psikologis, merupakan sebuah bentuk dari kondisi psikologis individu/kelompok dalam proses akulturasi. Dimana, sebuah kebudayaan baru yang masuk ke dalam kebudayaan lama namun tidak menghilangkan kebudayaan aslinya/lama. Kondisi tersebut pasti akan sangat memberikan dampak besar bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Mereka akan menjalani sebuah penyesuaian yang baru lagi, tetapi tidak merubah kebiasaan lama mereka. Hal ini tentu sangat berpengaruh bagi kejiwaan mereka, atau keadaan psikis mereka. Lingkungan serta budaya sangat memiliki pengaruh besar pada kondisi psikologis individu, karena dua hal tersebut merupakan faktor eksternal untuk kesejahteraan individu dalam menjalankan kehidupannya.

Sumber :
http://bregedugetwita.blogspot.com/2010/01/dinamika-kebudayaan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar