Sabtu, 06 Oktober 2012

Multikulturalisme



Psikologi Lintas Budaya 5


Nama : Catherina Ulyartha Elisabeth
Kelas : 3PA01
NPM :11510524


Multikulturalisme

Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu.

“Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007)
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (“A Multicultural society, then is one that includes several cultural communities with their overlapping but none the less distinc conception of the world, system of [meaning, values, forms of social organizations, historis, customs and practices”; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).

Berikut merupakan pengertian mengenai multikulturalisme menurut para tokoh :
1. Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174)
2. Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000)
3. Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).

Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi yang telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa (nation-state) sejak awal abad ke-19. Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya secara normatif (istilah 'monokultural' juga dapat digunakan untuk menggambarkan homogenitas yang belum terwujud (pre-existing homogeneity). Sementara itu, asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan baru.
Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan resmi di negara berbahasa-Inggris (English-speaking countries), yang dimulai di Afrika pada tahun 1999. Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara. Namun beberapa tahun belakangan, sejumlah negara Eropa, terutama Inggris dan Perancis, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah kebijakan multikulturalisme. Pengubahan kebijakan tersebut juga mulai menjadi subyek debat di Britania Raya dam Jerman, dan beberapa negara lainnya?

Jenis Multikulturalisme == Berbagai== macam pengertian dan kecenderungan perkembangan konsep serta praktik multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli, membuat seorang tokoh bernama Parekh (1997:183-185) membedakan lima macam multikulturalisme (Azra, 2007, meringkas uraian Parekh):

1. Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.
3. Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
5. Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.

Multikulturalisme di Indonesia
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.
Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.
Dari sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai multikulturalisme, diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahamni sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam “politics of recognition” (Azyumardi Azra, 2007). Lawrence Blum mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Berbagai pengertian mengenai multikulturalisme tersebut dapat ddisimpulkan bahwa inti dari multikulturalisme adalah mengenai penerimaan dan penghargaan terhadap suatu kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang lain. Setiap orang ditekankan untuk saling menghargai dan menghormati setiap kebudayaan yang ada di masyarakat. Apapun bentuk suatu kebudayaan harus dapat diterima oleh setiap orang tanpa membeda-bedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.
Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.

Penyebab terjadinya multikultural di Indonesia:
1. Letak geografis Indonesia
2. Perkawinan campur
3. Iklim


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Multikulturalisme

Akulturasi Psikolgis



Psikologi Lintas Budaya 4

Nama    : Catherina Ulyartha Elisabeth
Kelas     : 3PA01
NPM      : 11510524


Akulturasi Psikologis

Akulturasi
Menurut Koentjaraningrat (1996: 155) adalah istilah dalam sosiologi yang memiliki berbagai makna, yang kesemuanya itu mencakup konsep mengenai proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan kepada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan tersebut. Unsur kebudayaan tidak pernah didifusikan secara terpisah, melainkan senantiasa dalam suatu gabungan atau kompleks yang terpadu.
a. Proses Akulturasi
Proses akulturasi, Koentjaraningrat lebih lanjut menjelaskan bahwa proses akulturasi memang sudah terjadi sejak zaman dulu kala, akan tetapi akulturasi dengan sifat yang khusus baru terjadi ketika kebudayaan-kebudayaan bangsa Eropa Barat mulai menyebar ke daerah-daerah lain di muka bumi pada awal abad ke-15 dan mulai mempengaruhi masyarakat-masyarakat suku bangsa di Afrika, Asia, Oseania, Amerika Utara, dan Amerika Latin.
G.M. Foster (dalam Koentjaraningrat 1990a: 97) meringkas proses akulturasi yang biasanya terjadi bila suatu kebudayaan terkena kebudayaan asing bahwa :
- Hampir semua proses akulturasi mulai dari golongan atasan yang biasanya tinggal di kota, lalu menyebar ke golongan-golongan yang lebih rendah di daerah pedesaan. Proses tersebut biasanya di mulai dengan perubahan sosial-ekonomi.
- Perubahan dalam sektor ekonomi hampi seluruh menyebabkan perubahan yang penting dalam asas-asas kehidupam kekerabatan.
- Penanaman tanaman untuk ekspor dan perkembangan ekonomi uang merusak pola gotong royong tradisional, dan karena itu berkembanglah sistem pengerahan tenaga kerja yang baru.
- Perkembangan sistem ekonomi utang juga menyebabkan perubahan dalam kebiasaan-kebiasaan makan dengan segala akibat dengan aspek gizi, ekonomi, maupun sosialnya.
- Proses akulturasi yang berkembang cepat menyebabkan berbagai pergeseran sosial yang tidak seragam dalam semua semua unsur dan sektor masyarakat, sehingga terjadi keretakan masyarakat.
- Gerakan-gerakan nasionalisme juga dapat dianggap sebagai salah satu tahap dalam proses akulturasi.
b. Kontra Akulturasi
Kontra akulturasi, menurut Koentjaraningrat (1990a: 112) dalam suatu masyarakat yang terkena proses akulturasi dan berada dalam transisi dari kebudayaan tradisional ke kebudayaan masa kini, berikut segala ketegangan, konflik, dan kekacauan sosialnya, tentu banyak individu atau golongan sosial yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan krisis seperti itu. Mereka adalah orang-orang yang tidak tahan hidup dalam suasana tegang yang terus menerus. Namun, mereka juga tidak suka dengan pembaharuan, mereka itu adalah orang-orang “kolot”.
Golongan kolot dalam masyarakat yang sedang mengalami transisi yang cukup kuat, mampu menyusun kekuatan untuk menentang unsur-unsur baru dan menghentikan proses akulturasi untuk sementara waktu.
Sebaliknya jika golongan ini tidak kuat menghadapi proses akulturasi yang sudah sedemikian jauh, maka seringkali mereka berusaha untuk menghindarinya. Mereka akan mencari kepuasan batin seakan-akan menarik diri dari kehidupan masyarakat nyata, dan bersembunyi dalam dunia kebatinan mereka, di mana mereka dapat memimpikan zaman kebahagiaan masa lampau.
Fenomena ini adalah awal dari gerakan kebatinan kontra-akulturasi, suatu gejala masyarakat yang timbul dalam zaman transisi kebudayaan untuk menentang proses akulturasi.
c. Permasalahan Psikologi Dalam Proses Akulturasi
Koentjaraningrat (1990a: 105-107) menerangkan bahwa kita dapat mengerti bahwa perbedaan proses akulturasi dalam sutu kebudayaan (yaitu akulturasi diferensial) juga dapat disebabkan karena perbedaan kepribadian individu-individu dengan watak kolot, tetapi ada juga yang berwatak progresif masalah sebab musabab yang telah mendalam mengenai adanya individu yang lebih progresif dari yang lain, dan masalah bagaimana cara merangsang agar individu-individu yang progresif dalam suatu masyarakat menjadi lebih menonjol telah menjadi perhatian beberapa ahli sosiologi psikologi dari Amerika.
Beberapa ahli sosiologi meragukan adanya watak kolot atau watak progresif yang dapat mempengaruhi suatu proses akulturasi dalam masyarakat, yang karena itu mengakibatkan gejala akulturasi diferensial. Sifat yang kolot atau progresif tidak ditentukan oleh kepribadian individu secara psikologi, tetapi oleh keadaan sosial di mana individu yang bersangkutan itu berada.
Para ahli yang berpendirian demikian berpendapat bahwa individu-individu dalam suatu masyarakat yang bersifat kolot adalah mereka yang sudah memiliki kedudukan yang baik dalam masyarakat. Mereka tidak menyukai perubahan terjadi, karena dengan demikian keadaan yang baru akan mengubah kedudukan yang sudah dimilikinya.
Sebaliknya individu yang progresif adalah individu yang belum atau tidak memiliki kedudukan yang baik. Pendapat ini pernah diuji oleh penelitian E. Vogt. Vogt meneliti 12 orang bekas pejuang tentara Amerika Serikat yang berasal dari suku-suku Indian Navaho. Ke 12 orang tersebut mempunyai latar belakang yang sama, mengalami pendidikan yang sama, mempunyai pengalaman pertempuran yang sama pula. Akan tetapi sewaktu mereka keluar dari tentara ada yang hidupnya kembali seperti dulu, menjadi penggembala domba. Adapula yang hidupnya tidak teratur dan adapula beberapa yang telah meninggalkan masyarakat Navaho dan mempunyai kedudukan di tengah-tengah masyarakat orang bule.
Penelitian Vogt ini dilakukan dengan menggunakan tes psikologi, dan berhasil menyimpulkan bahwa orang-orang Navaho yang sebelumnya memiliki kehidupan yang memuaskan di tengah masyarakat Navaho, kembali menjadi orang kolot, sedangkan mereka yang dulunya belum memiliki kedudukan tetap, menjadi orang yang progresif atau menjadi kacau.


Berdasarkan penjelasan yang diatas, menurut saya dapat diketahui dengan jelas adalah Akulturasi Psikologis, merupakan sebuah bentuk dari kondisi psikologis individu/kelompok dalam proses akulturasi. Dimana, sebuah kebudayaan baru yang masuk ke dalam kebudayaan lama namun tidak menghilangkan kebudayaan aslinya/lama. Kondisi tersebut pasti akan sangat memberikan dampak besar bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Mereka akan menjalani sebuah penyesuaian yang baru lagi, tetapi tidak merubah kebiasaan lama mereka. Hal ini tentu sangat berpengaruh bagi kejiwaan mereka, atau keadaan psikis mereka. Lingkungan serta budaya sangat memiliki pengaruh besar pada kondisi psikologis individu, karena dua hal tersebut merupakan faktor eksternal untuk kesejahteraan individu dalam menjalankan kehidupannya.

Sumber :
http://bregedugetwita.blogspot.com/2010/01/dinamika-kebudayaan.html

Akulturasi dan Relasi Internakultural



Psikologi Lintas Budaya 3


Nama    : Catherina Ulyartha Elisabeth
Kelas     : 3PA01
NPM      : 11510524


Akulturasi dan Relasi Internakultural


Pengertian Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Sebagai contoh, masyarakat pendatang berkomunikasi dengan masyarakat setempat dalam acara syukuran, secara tidak langsung masyarakat pendatang berkomunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu milik mereka untuk menjalin kerja sama atau mempengaruhi kebudayaan setempat tanpa menghilangkan kebudayaan setempat.


Pengertian Relasi Internakulturasi
Relasi Internakulturasi biasa kita kenal juga dengan istilah komunikasi budaya. Menurut Stewart komunikasi budaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan. Komunikasi antar budaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi di mana para pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung. (Young Yung Kim, 1984). Komunikasi antar budaya pertama kali diperkenalkan oleh antropolog Edward Hall Istilah antarbudaya pertama kali diperkenalkan oleh Edward T. Hall pada tahun 1959 dalam bukunya "The Silent Language" komunikasi adalah Budaya dan Budaya adalah komunikasi antar budaya adalah satu komunikasi yang antara sumber sebagai satu faktor utama yang paling penting dan penerimanya yang adalah faktor penunjang dalam terjadinya proses komunikasi berasal dari budaya yang berbeda.
Menurut Mulyana (2004) Komunikasi antarbudaya (intercultural communication) adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang yang berbeda budaya. Sama halnya dengan komunikasi antaragama yaitu proses komunikasi dengan orang-orang yang berbeda agama. Ketika komunikasi terjadi antara orang-orang berbeda bangsa, agama, kelompok ras, atau kelompok bahasa, komunikasi itu disebut komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji.


Akulturasi dan Relasi Internakultural
Berdasarkan dengan perngertian yang sudah dijabarkan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Akulturasi dan Relasi Internakultural saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Dimana, proses akulturasi di dalamnya sangat membutuhkan relasi internakultural. Dengan adanya komunikasi budaya yang tercipta di dalam individu di suatu kelompok, atau komunikasi antar kelompok membuat proses akulturasi dalam suatu wilayah dapat berjalan dengan baik demi mencapai kesejahteraan setiap individu yang terdapat di dalamnya. Apabila relasi internakultural dapat terjalin dengan baik, maka seiring berjalannya waktu keberadaan budaya asing dapat diterima secara perlahan di suatu wilayah, tanpa menghilangkan kebudayaan asli dari wilayah tersebut. Hal ini juga dapat dikatakan bahwa akan menimbulkan sebuah perpaduan baru di wilayah tersebut. Contoh nyata yang dapat kita lihat adalah di Pulau Bali.


Sumber :
http://anezgreen.blogspot.com/2010/04/komunikasi-lintas-budaya.html
http://a2b-abrory.blogspot.com/p/akulturasi.html

Jumat, 05 Oktober 2012

Transmisi Budaya dan biologis serta awal perkembangan dan pengasuhan



Nama    : Catherina Ulyartha Elisabeth
Kelas     : 3PA01
NPM      : 11510524

Transmisi Budaya dan biologis serta awal perkembangan dan pengasuhan

Dibawah ini saya akan menjelaskan mengenai Transmisi budaya dan biologis. Keterkaitan antara transmisi budaya dan biologis individu sangat melekat. Transmisi budaya merupakan sebuah proses penyampaian suatu pesan yang ada sejak dahulu kala mengenai sesuatu hal yang merupakan sebuah kebiasaan dari generasi terdahulu yang masih diterapkan ke generasi sekarang. Oleh sebab itu keterkaitan antara biologis dengan transmisi budaya sangatlah besar, dimana apabila sebuah budaya masih dapat terjaga sampai pada saat ini juga dikarenakan factor biologis yang dimiliki setiap individu. 
Pengertian Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Sedangkan, biologis adalah proses yang ada pada organisme hidup. Proses ini membedakan hal-hal yang hidup dan yang tak hidup.
Sekalipun, unsure-unsur dari budaya begitu banyak, hal ini sama sekali tidak menghambat proses pelestarian kepada generasi selanjutnya, yang hal ini juga merupakan adanya keterkatian antara transmisi budaya dan biologis. Kedua hal ini saling berhubungan dan saling terkait.

Berikut merupakan bentuk-bentuk dari transmisi budaya:
1. Enkulturasi
Menurut Hansen, enkulturasi mencakup proses perolehan keterampilan bertingkah laku, pengetahuan tentang standar-standar budaya, dan kode-kode perlambangan seperti bahasa dan seni, motivasi yang didukung oleh kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan menanggapi, ideologi dan sikap-sikap. Sedangkan sosialisasi menurut Gillin dan Gillin adalah proses yang membawa individu dapat menjadi anggota yang fungsional dari suatu kelompok, yang bertingkah laku menurut standar-standar kelompok, mengikuti kebiasaan-kebiasaan kelompok , mengamalkan tradisi kelompok dan menyesuaikan dirinya dengan situasi-situasi sosial yang ditemuinya untuk mendapatkan penerimaan yang baik dari teman-teman sekelompoknya. Enkulturasi atau pembudayaan adalah proses mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses ini berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil (keluarga) ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat). Misalnya anak kecil menyesuaikan diri dengan waktu makan dan waktu minum secara teratur, mengenal ibu, ayah, dan anggota-anggota keluarganya, adat, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam keluarganya, dan seterusnya sampai ke hal-hal di luar lingkup keluarga seperti norma, adat istiadat, serta hasil-hasil budaya masyarakat. Dalam masyarakat ia belajar membuat alat-alat permainan, belajar membuat alat-alat kebudayaan, belajar memahami unsur-unsur budaya dalam masyarakatnya. Pada mulanya, yang dipelajari tentu hal-hal yang menarik perhatiannya dan yang konkret. Kemudian sesuai dengan perkembangan jiwanya, ia mempelajari unsur-unsur budaya lainnya yang lebih kompleks dan bersifat abstrak. 
2. Sosialisasi 
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. 
3. Akulturasi 
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi: Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara Simfoni Semesta Raya.

Jenis-Jenis Transmisi Budaya
1. TRANSMISI VERTICAL 
_ GENERAL ACCULTURATION
Dari orang yang lebih tua/orang tua, pada budaya
sendiri (intra) informal
misal: anak disiplin karena melihat orang tuanya
_ SPECIFIC SOCIALIZATION
Peristiwa yang disengaja, terarah dan sistematis
misal : anak di didik untuk tidak membantah pada
orang tua
pendidikan formal
2. OBLIQUE TRANSMISION
Dari orang dewasa lain, yang budayanya sama (enkulturasi/ sosialisasi)
dari orang yang budayanya beda (akulturasi/ resosialisasi)
_ GENERAL ACULTURATION
orang dewasa yang budanya sama
anak meniru sopan-santun orang dewasa mis. dari guru
_ SPECIFIC SOCIALIZATION
misal : guru menanamkan sifat-sifat kerja sama
_ GENERAL ACCULTURATION
Orang dewasa yang berbudaya beda
misal : model pakaian
_ SPECIFIC RESOCIALIZATION
3. HORIZONTAL TRANSMISION
_ GENERAL ENCULTURATION
Dari teman sebaya pada budaya yang sama
misal : anak ikut-ikutan merokok karena ikut temannya
_ SPECIFIC SOCIALIZATION
misal : diskusi kelompok, anak mengikuti aturan bicara
bergantian
belajar main musik dari teman


Awal Perkembangan dan Pengasuhan
Berdasarkan pada awal perkembangan dan pengasuhan transmisi budaya dapat terjadi sesuai dengan yang terjadi pada masing-masing individu. Dimana proses seperti Enkulturasi, Sosialisasi, Akulturasi yang mempengaruhi perkembangan psikologis individu tergantung bagaimana individu mendapat pengasuhan dan bagaimana lingkungan dia beradaptasi dan menjalankan setiap aktifitasya. Seseorang tidak mampu berdiri sendiri, oleh sebab itu faktor individu lain sangat berpengaruh demi menjaga hubungan dengan idividu lainnya demi kelangsungan hidup bersama.



Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Proses_biologis
http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi
http://juliardibachtiar.wordpress.com/2011/03/30/enkulturasi-dan-sosialisasi/