Client Centered Therapy
Client centered therapy adalah terpi
yang dikembangkan oleh Carl rogers yang didasarkan kepada asumsi bahwa klien
merupakan ahli yang paling baik bagi dirinya sendiri dan merupakan orang yang
mampu untuk memecahkan masalahnya sendiri. Tugas terapis juga tidak mengajukan
pertanyaan menyelidik, membuat penafsiran, atau menganjurkan serngkaian
tindakan. Istilah terapis dalam pendekatan ini kemudian lebih dikenal dengan
istilah fasilitator (Atkinson dkk., 1993).
Untuk
mencapai pemahaman klien terhadap permasalahan yang dihadapi, maka dalam diri
terapis diperlukan beberapa persyaratan antara lain adalah empati, rapport, dan ikhlas. Empati adalah
kemampuan memahami perasaan yang dapat mengungkapkan keadaan klien dan
kemampuan mengkomunikasikan permahaman ini terhadap klien. Terapis berusaha
agar masalah yang dihadapi klien dipandang dari sudut klien sendiri. Rapport adalah menerima klien dengan
tulus sebagaimana adanya, termasuk pengakuan bahwa orang tersebut memiliki
kemampuan untuk terlibar secara konstruktif dengan masalahnya. Ikhlas dalam
arti sifat terbuka, jujur, dan tidak berpura-pura atau bertindak di balik
topeng profesinya (Atkinson dkk., 1993).
Selain
ketiga hal tersebut, di dalam proses konseling harus terdapat pula adanya
jaminan bahwa masalah yang diungkapkan oleh klien dapat dijamin kerahasiannya
serta adanya kebebasan bagi klien untuk kembali lagi berkonsultasi atau tidak
sama sekali jika klien sudah dapat memahami permasalahannya sendiri.
Terapi
ini menekankan pada penerimaan diri pada klien. Sebuah terapi yang dianggap
berhasil mengubah perilaku negatif menjadi perilaku positif. Secara bertahap,
penerimaan akan orang lain berjalan seiring dengan peningkatan penerimaan diri.
Pada
hakikatnya, pendekatan client centered
adalah cabang dari terapi humanistik yang menggarisbawahi tindakan mengalami
klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan
klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Menurut
Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa terapi client centered merupakan tekhnik
konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan
untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka
hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai partner dan konselor hanya sebagai
pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang
sendiri. Sedangkan menurut Prayitno dan Erman Amti terapi client centered adalah klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan,
perasaan dan pikiran- pikirannya secara
bebas. Pendekatan ini juga mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai masalah
pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasinya masalah sendiri. Jadi
terapi client centered adalah terapi
yang berpusat pada diri klien, yang mana seorang konselor hanya memberikan
terapi serta mengawasi klien pada saat mendapatkan pemberian terapi tersebut
agar klien dapat berkembang atau keluar dari masalah yang dihadapinya.
Tujuan
dari client centered therapy adalah
menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi pribadi
yang dapat berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan tersebut, terapis perlu
mengusahakan agar klien dapat menghilangkan topeng yang dikenakannya dan
mengarahkannya menjadi dirinya sendiri.
Kekurangan client centered therapy :
Memakan waktu yang cukup lama
Membiarkan konseli dalam sebuah
perasaan negative yang bisa menjadi cukup lama
Sulit untuk menemukan waktu dan
lingkungan yang selalu positif bagi konseli
Kelebihan client centered therapy :
Mempercayai konseli seutuhnya
Dapat mencapai aktualisasi diri
klien yang positif
Sumber
:
M.M., Edward Richardson. Love Yourself: Cintailah Dirimu. http://books.google.co.id/books?id=fyFQlFz94HAC&pg=PA51&dq=pengertian+client+centered+therapy&hl=en&sa=X&ei=uf5WUZm4Ic2trAfr9IGYBA&redir_esc=y#v=onepage&q=pengertian%20client%20centered%20therapy&f=false
Prabowo, Hendro
& Riyanti, Dwi B.P. (1998). Psikologi
Umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.