Selasa, 30 April 2013

Behavior Terapi



Catherina Ulyartha Elisabeth
3PA01/11510524

PSIKOTERAPI TERAPI PERILAKU (BEHAVIOUR THERAPY)
Terapi perilaku (Behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias, dengan memakai tehnik yang didisain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.  

SEJARAH PERKEMBANGAN TERAPI PERILAKU
Watson dkk selama 1920 melakukan pengkondisian (conditioning) dan pelepasan kondisi (deconditioning) pada rasa takut, merupakan cikal bakal terapi perilaku formal.  Pada tahun 1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada anjing dengan  memakai suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bell = makanan, yang kemudian dikenal juga sebagai Stimulus dan Respon.
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck.
Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe), Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian, lingkungan, dan perilaku.
Skinner dkk. di Amerika Serikat menekankan pada operant conditioning yang menciptakan sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada pengelolaan kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku.
Ogden Lindsley merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik (bagan celeration) standar untuk memantau kemajuan klien. Skinner secara pribadi lebih tertarik pada program-program untuk meningkatkan pembelajaran pada mereka dengan atau tanpa cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller untuk mengembangkan programmed instruction.
Program ini dicoba ke dalam pusat rehabilitasi Aphasia dan berhasil. Gerald Patterson menggunakan program yang sama untuk mengembangkan teks untuk mengasuh anak-anak dengan masalah perilaku.

Tujuan:

Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum dipelajari;
  • Meningkatkan perilaku, atau
  • Menurunkan perilaku
  • Meningkatkan perilaku:
  • Reinforcement positif: memberi penghargaan thd perilaku
  • Reinforcement negatif: mengurangi stimulus aversi
  • Mengurangi perilaku:
  • Punishment: memberi stimulus aversi
  • Respons cost: menghilangkan atau menarik reinforcer
  • Extinction: menahan reinforcer

Teori dasar Metode Terapi Perilaku
  • Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned)
  • Terapi  untuk perilaku maladaptif adalah dg penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning)
  • Untuk menguatkan perilaku adalah dg pembiasaan perilaku (operant and clasical conditioning)
Fungsi dan Peran Terapis
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.

Hubungan antara Terapis dan Klien
Pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses terapeutik, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan. Para terapis tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan impersonal sehingga hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya memaksakan teknik-teknik kaku kepada para klien. .

Bentuk bentuk terapi Perilaku
1.  Sistematis Desensitisasi, adalah jenis terapi perilaku yang digunakan dalam bidang psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia dan gangguan kecemasan lainnya. Lebih khusus lagi, adalah jenis terapi Pavlov/terapi operant conditioning therapy yang dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph Wolpe.
Dalam metode ini, pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk mengontrol rasa takut dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini adalah bahwa seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi phobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam phobianya.
Fobia spesifik merupakan salah satu gangguan mental yang menggunakan proses desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki ketakutan irasional dari sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular, mereka cenderung untuk menghindarinya.
 Tujuan dari desensitisasi sistematis untuk mengatasi ini adalah pola memaparkan pasien bertahap ke objek fobia sampai dapat ditolerir.

2.  Exposure and Response Prevention (ERP),  untuk berbagai gangguan kecemasan, terutama gangguan Obsessive Compulsive. Metode ini berhasil bila efek terapeutik yang dicapai ketika subjek menghadapi respons dan menghentikan pelarian.
Metodenya dengan memaparkan pasien pada situasi dengan harapan muncul kemampuan menghadapi respon (coping) yang akan mengurangi mengurangi tingkat kecemasannya.  Sehingga pasien bisa belajar dengan menciptakan coping strategy terhadap keadaan yang bisa menyebabkan kecemasan perasaan dan pikiran.  Coping strategy ini dipakai untuk mengontrol situasi, diri sendiri dan yang lainnya untuk mencegah timbulnya kecemasan.

3. Modifikasi perilaku, menggunakan teknik perubahan perilaku yang empiris untuk memperbaiki perilaku, seperti mengubah perilaku individu dan reaksi terhadap rangsangan melalui penguatan positif dan negatif.
Penggunaan pertama istilah modifikasi perilaku nampaknya oleh Edward Thorndike pada tahun 1911. Penelitian awal tahun 1940-an dan 1950-an istilah ini digunakan oleh kelompok penelitian Joseph Wolpe, teknik ini digunakan untuk meningkatkan perilaku adaptif melalui reinforcement dan menurunkan perilaku maladaptive melalui hukuman (dengan penekanan pada sebab).
Salah satu cara untuk memberikan dukungan positif dalam modifikasi perilaku dalam memberikan pujian, persetujuan, dorongan, dan penegasan; rasio lima pujian untuk setiap satu keluhan yang umumnya dipandang sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam cara yang dikehendaki dan bahkan menghasilkan kombinasi stabil.
4. Flooding, adalah teknik psikoterapi yang digunakan untuk mengobati fobia. Ini bekerja dengan mengekspos pasien pada keadaan yang menakutkan mereka.  Misalnya ketakutan pada laba laba (arachnophobia ),  pasien kemudian dikurung bersama sejumlah laba laba sampai akhirnya sadar bahwa tidak ada yang terjadi. 
Banjir ini diciptakan oleh psikolog Thomas Stampfl pada tahun 1967. Flooding adalah bentuk pengobatan yang efektif untuk fobia antara lain psychopathologies. Bekerja pada prinsip-prinsip pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian Pavlov klasik-di mana pasien mengubah perilaku mereka untuk menghindari rangsangan negatif.

Tehnik Terapi: 
  1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
  2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
  3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
  4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
  5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
5. Latihan relaksasi 
Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu kecepatan denyut jantung yang lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas neuromuscular. Berbagai metode relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa diantaranya, seperti yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad.
Sebagian besar metode untuk mencapai relaksasi didasarkan pada metode yang dinamakan relaksasi progresif. Pasien merelaksasikan kelompok otot-otot besarnya dalam urutan yang tertentu, dimulai dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke atas atau sebaliknya. Beberapa klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah relaksasi atau menggunakan tape recorder untuk memungkinkan pasien mempraktekkan relaksasi sendiri.
Khayalan mental atau mental imagery adalah metode relaksasi dimana pasien diinstruksikan untuk mengkhayalkan diri sendiri di dalam tempat yang berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan pasien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi seperti yang dinamakan oleh Benson, respon relaksasi.

6. Observational learning, Juga dikenal sebagai: monkey see monkey do. Ada 4 proses utama observasi pembelajaran.
  • Attention to the model.
  • Retention of details (observer harus mampu mengingat kebiasaan model)
  • Motor reproduction (observer mampu menirukan aksi)
  • Motivation and opportunity (observer harus termotivasi melakukan apa yang telah diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan melakukannya).
  • reinforcement. Punishment may discourage repetition of the behaviour
7.Latihan Asertif 
Tehnik latihan asertif membantu klien yang:
  1. Tidak mampu mengungkapkan ‘’emosi’’ baik berupa mengungkapkan rasa marah atau perasaan tersinggung.
  2. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,
  3. Klien yang sulit menyatakan penolakan, mengucapkan kata “Tidak”.
  4. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Prosedur:  
Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran.
Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukan hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu.
Cara Terapinya:
Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis, sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian, mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis, sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.
8. Terapi Aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat/hilang.
Terapi ini mencakup gangguan, kecanduan Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual, Pedhophilia, Judi, Penyimpangan seksual lainnya.
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi, misalnya memberikan kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah laku yang tidak diinginkan.

Efek-efek samping:
  • Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir.
  • Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan,
  • Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah, semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya,
9. Pengondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dsb.
Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip penguatan yang menerangkan pembentukan, memelihara, atau penghapusan pola-pola tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari metode-metode pengondisian operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan respons, perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy.
  • Perkuatan positif, adalah pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Cara ini ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis dan sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan pernerkuat-pemerkuat primer.
  • Pembentukan Respon, adalah tingkah laku yang sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering digunakan dalam proses pembentukan respons ini. jadi, misalnya, jika seorang guru ingin membentuk tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya itu. Pada anak autistik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan sosialnya kurang adaptif, terapis bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat primer maupun sekunder.
  • Perkuatan intermiten, diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus-menerus. Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahap-tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang diinginkan muncul. Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laku spesifik apa yang diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang diinginkan itu meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan bisa dikurangi.
  • Penghapusan, adalah dengan landadsan bahwa apabila suatu respons terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu. Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian pemberian perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belaj.u tingkah laku yang diinginkan.
  • Modeling, metodenya dengan mengamati seorang  kemudian mencontohkan tingkah laku sang model.  Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung, bisa juga diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka sebagai pengamat.
  • Token Ekonomi, metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini. Metode taken economy sangat mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekerjaan mereka.
Hasil Terapi Perilaku
Terapi perilaku telah berhasil dalam berbagai gangguan dan mudah diajarkan. Cara ini memakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan terapi lain dan lebih murah digunakan. Keterbatasan metode adalah bahwa cara ini berguna untuk gejala perilaku yang terbatas, bukannya disfungsi global (sebagai contohnya, konflik neurotic, gangguan kepribadian). Ahli teori yang berorientasi analitik telah mengkritik terapi perilaku dengan mengatakan bahwa menghilangkan gejala sederhana dapat menyebabkan gejala pengganti. Dengan kata lain, jika gejala tidak dipandang sebagai akibat dari konflik dalam diri ( inner conflict ) dan jika penyebb inti dari gejala tidak di jawab atau di ubah, hasilnya adalah timbulnya gejala baru. Satu interpretasi terapi perilaku dicontohkan oleh pernyataan controversial dari Eysenck: “ teori belajar tentang gejala neurotic adalah semata – mata kebiasaan yang dipelajari; tidak terdapat neurosis yang mendasari gejala, tetapi semata- mata gejala itu sendiri. Sembuhkan gejalanya dan anda telah menghilangkan neurosis.” Beberapa ahli terapi percaya bahwa terapi perilaku adalah pendekatan yang terlalu disederhanakan kepada psikopatologi dan interaksi kompleks antara ahli terapi dan pasien. Substitusi gejala mungkin tidak dapat dihindari, tetapi kemungkinannya adalah suatu pertimbangan penting dalam menilai kemanjuran terapi perilaku.
Seperti pada bentuk terapi lainnya, suatu pemeriksaan masalah, motivasi dan kekuatan psikologis pasien harus dilakukan sebelum menerapkan pendekatan terapi perilaku.

  Reference:
  • Gerald Corey, Konseling dan Psikoterapi,  Refika Aditama, 2009, Bandung
  • Michel Hersen, Encyclopedia of Psychotherapy, Pacific University, Forest Grove, Oregon. AP.
  • Windy Dryden, Developments  in  Psychotherapy, SAGE Publications Ltd, 2006, London.
  • John and Rita Sommers,  Counseling and Psychotherapy theories in context and practice, John Wiley & Sons, Inc, 2004, New Jersey.
  • http://loveandcare-lovencare.blogspot.com/2011/05/psikoterapi-terapi-perilaku-behaviour.html

Senin, 22 April 2013

Rational Emotive Therapy




RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY

1. Pengertian Emotive Behavior Therapy
Konseling rational emotive behavior atau lebih tepatnya disebut rational emotive behavior therapy ( REBT) dikembangkan oleh Albert Ellis pada tahun 1962. Rasional emotive adalah aliran yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. (Willis, 2004 : 75)
Menurut Ellis (dalam Latipun, 2001 : 92) berpandangan bahwa REBT merupakan terapi yang sangat komprehensif, yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku. Ada 3 hal yang terkait dengan perilaku, yaitu :
a)      Antecedent event (A) merupakan peristiwa pendahulu yang berupa fakta, peristiwa, perilaku, atau sikap orang lain.
b)      Belief (B) adalah keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa . Belief ada 2 yaitu rasional belief (rB) dan irrasional belief (iB)
c)      Emotional consequen merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang, hambatan emosi dalam hubungannya dengan Antecedent event (A)

Dalam buku Psikologi konseling dan terapy, Corey memberinama REBT dengan RET. Menurut Corey (2005: 241) RET adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dengan jujur maupun untuk berpikir irrasional dan jahat.
Pendekatan rational emotive merupakan konseling yang menekankan kebersamaan antara berpikir dengan akal sehat (rational thinking), berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku (Winkell, 1997 : 429).
Berdasarkan pada apa yang telah dijelaskan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa konseling REBT adalah suatu bentuk bantuan terhadap klien melalui konseling individu yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku yang memiliki potensi untuk berpikir rasional maupun irrasional dan konseling REBT ini merubah keyakinan irrasional menjadi rasional.

2. Perilaku Bermasalah
Perilaku yang salah adalah perilaku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Menurut Elliz (Latipun, 2001: 95) mengemukakan indikator keyakinan irrasional yang berlaku secara universal. Indikator-indikator orang yang berkeyakinan irrasional tersebut sebagai berikut :

a) Pandangan bahwa suatu keharusan bagi orang dewasa untuk dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan
b) Pandangan bahwa tindakan tertentu adalah mengerikan dan jahat, dan orang yang melakukan tindakan demikian sangat terkutuk
c) Pandangan bahwa hal yang mengerikan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada diri kita
d) Pandangan bahwa kesengsaraan manusia selalu disebabkan oleh faktor eksternal dankesengsaraan itu menimpa kita melalui orang lain atau peristiwa
e) Pandangan bahwa jika sesuatu itu (dapat) berbahaya atau menakutkan, kita terganggu tidak akan berakhir dalam memikirkan
f) Pandangan bahwa kita lebih mudah menghindari berbagai kesulitan hidup dan tanggung jawab daripada berusaha untuk menghadapinya
g) Pandangan bahwa kita secara absolut membutuhkan sesuatu dari orang lain atau orang asing atau yang lebih besar dari pada diri sendiri sebagai sandaran
h) Pandangan bahwa kita seharusnya kompeten, intelegen, dan mencapai dalam semua kemungkinan yang menjadi perhatian kita
i) Pandangan bahwa karena segala sesuatu kejadian sangat kuat pengaruhnya terhadap kehidupan kita, hal itu akan mempengaruhi dalam jangka waktu yang tidak terbatas
j) Pandangan bahwa kita harus memiliki kepastian dan pengendalian yang sempurna atas suati hal
k) Pandangan bahwa kita sebenarnya tidak mengendalikan emosi kita dan bahwa kita tidak dapat membantu perasaan yang mengganggu pikiran
l) Pandangan bahwa kebahagiaan manusia dapat dicapai dengan santai dan tanpa berbuat

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku yang salah pada manusia didasarkan pada cara berpikir irrasional. Cara berpikir irrasional merupakan kenyataan hidup manusia yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman serta proses belajar yang tidak logis yang diperoleh dari orang tua, keluarga, masyarakat dan kebudayaan.
Nelson-Jones (Latipun, 2001: 97) menjelaskan bahwa karakteristik cara berpikir irrasional yang dapat dijumpai secara umum yaitu :
(a) terlalu menuntut, hasrat, pikiran, dan keinginan yang berlebihan membuat individu mengalami hambatan emosional;
(b) generalisasi secara berlebihan, berarti individu mengingat sebuah peristiwa atau keadan diluar batas-batas yang wajar;
(c) penilaian diri, seseorang harus bisa menerima dirinya tanpa syarat;
(d) penekanan, penekanan ini akan mempengaruhi individu dalam memandang antecedent event secara tepat dan karena itu digolongkan sebagai cara berpikir irrasional;
(e) kesalahan atribusi, kesalahan dalam menetapkan sebab dan motivasi perilaku baik dilakukan sendiri, orang lain, atau sebuah peristiwa;
(f) anti pada kenyataan, terjadi karena tidak dapat menunjukkan fakta empiris secara tepat;
(g) repetisi, keyakinan yang irrasional cenderung terjadi berulang-ulang.


3. Tujuan Konseling Rational Emotive Behavior Therapy
Dalam konteks teori kepribadian, tujuan konseling merupakan efek yang diharapkan terjadi setelah dilakukan intervensi oleh konselor. Efek yang dimaksud adalah keadaan psikologis yang diharapkan terjadi pada klien setelah mengikuti proses konseling
Tujuan konseling menurut Ellis (Latipun, 2001: 101) pada dasarnya membentuk pribadi yang rasional, dengan jalan mengganti cara-cara berpikir yang irrasional. Ada 3 tingkatan insight yang perlu dicapai dalam REBT menurut Gilland, dkk (Latipun, 2001: 101) yaitu :

a) Pemahaman (insight) dicapai ketika klien memahami tentang perilaku penolakan diri yang dihubungkan pada penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima yang lalu dan saat ini.
b) Pemahaman terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang mengganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irrasional terus dipelajari dan yang diperoleh sebelumnya
c) Pemahaman dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan “melawan” keyakinan yang irrasional

Menurut Willis (2004 : 76) tujuan rational emotive behavior untuk memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan klien yang irrasional menjadi rasional, sehingga ia dapat mengembangkan diri dan mencapai realisasi diri yang optimal, menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri seperti benci, takut, cemas sebagai akibat yang irrasional, dan melatih serta mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan diri, nilai-nilai, dan kemampuan diri.
Aktivitas-aktivitas terapeutik utama Therapy Rational Emotive dilaksanakan dengan satu maksud utama : membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dogmatis yang irrasional dan takhayul yang berasal dari orang tua maupun dari kebudayaannya.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan konseling Rational Emotive Behavior Therapy yang utama adalah mengubah cara berpikir irrasional menjadi cara berpikir rasional sehingga terbentuk pribadi yang rasional pada individu. Siswa yang mempunyai sifat dan perilaku rendah diri yang dipengaruhi cara berpikir irrasional diharapkan mampu mengubah cara berpikir irrasional tersebut sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan meningkatkan interaksi sosial sehingga dapat berkembang secara optimal.

4. Teknik-teknik dalam Konseling Rational Emotive Behavior Therapy
Ellis (Corey, 2005 : 255) menunjukkan bahwa penggunaan metode-metode terapi tingkah laku seperti pelaksanaan pekerjaan rumah, desensitisasi, pengendalian operan, hipnoterapi, dan latihan asertif cenderung digunakan secara aktif direktif dimana terapis lebih banyak berperan sebagai guru daripada pasangan yang berelasi secara intens. Teknik-teknik konseling REBT menurut Willis (2004 : 78) adalah teknik yang berusaha menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri yang meliputi :
a) assertif training, melatih dan membiasakan klien terus-menerus menyesuaikan diri dengan perilaku tentang yang diinginkan.
b) sosiodrama yaitu semacam sandiwara pendek tentang masalah kehidupan sosial.
c) Self modeling yaitu teknik yang bertujuan menghilangkan perilaku tertentu dimana konselor menjadi model, dan klien berjanji akan mengikuti.
d) teknik reinforcement, memberi reward terhadap perilaku rasional atau memperkuatnya.
e) desensitisasi sistematik merupakan teknik relaxsasi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif.
f) Relaxation.
g) self control yaitu dengan mengontrol diri.
h) diskusi;
i) simulasi dengan bermain peran antara konselor dengan klien.
j) homework assigment (metode tugas).
k) bibliografi (memberi bahan bacaan).

5. Fungsi dan Peran Terapis

Aktifitas-aktifitas therapeutic utama Rational Emotive Therapy dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu : membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang rasional dan takhyul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
1.                  Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
2.                  Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
3.                  Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
4.                  Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional  klien.
5.                  Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
6.                  Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
7.                  Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris, dan
8.                  Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepiki sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan iasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekaang maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.


Catherina Ulyartha Elisabeth
11510524 / 3 PA 01


DAFTAR PUSTAKA
Corey Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan E.Koeswara. Bandung: Refika Aditama.
Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Malang: UMM Pres.
Willis, S. Sofyan. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung : CV. Alfabeta.